Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Postingan kali ini saya ingin berbagi ilmu tentang ilmu tauhid yang dulu saya pelajari saat belajar agama, sekitar 5 tahun yang lalu,, hehe,, hal ini penting untuk kaum muslim karena cabang ilmu ini tidk boleh ada kesalahan sekecil mungkin dalam aplikasi ilmu'y,, seperti halnya kesalahan dalam melaksanakan ilmu fiqih ibadah hanya berakibat ibadah itu tidak sah, muammalat, munakakahat dan jinayat hanya mengakibatkan maksimal dosa. bukan bermaksud mengucilkan ilmu yang lain, tapi pahami dengan kritis karena jika kita salah dalam bidang ilmu tauhid, maka akan mengakibatkan kekufuran. . .
pembelajaran tauhid yang bagian pertama adalah mengetahui hukum2 manhajul fiqr aswaja, refrensi saya adalah kitab sanusi, jauharotut tauhid dan khoridatal bahiyyah yang berupa kitab gundul dan belum ada harakat serta makna bahasa indonesia'y, buat sahabat yang mau mengoreksi isi blog ini, saya sangat senang.. untuk menambah ilmu dan iman kita.. :)
Tauhid yang akan saya bahas disini adalah manhajul fiqr Ahlussunnah wal
Jamaah (aswaja), sebelumnya kita bahas hukum menurut manhajul fiqr aswaja.
Menurut Abu Hasan al Asy’ary hukum itu dibagi menjadi 3, yaitu hukum aqly,
hukum ‘adhy dan hukum syar’i :
1. Hukum
‘Aqly (hukum akal)
Hukum ‘Aqly adalah menetepkan sesuatu dengan sesuatu atau meniadakannya
dengan tidak berdasarkan pada sebab akibat dan tidak berdasarkan perantara
peraturan yang diperintahkan. Hukum aqly (hukum akal) ini adalah kebebasan
hukum menurut akal, namum bukan kebebasan yang sebebas bebasnya, karena akal
kita terbatas dengan pikiran (logika). Hukum aqly ini meliputi 3 ketentuan :
a. Wajib : Kepastian yang wajib menurut akal. Meliputi 3 ketentuan
:
- Dlorury : kepastian yang wajib menurut akal dan tidak harus dipikir,
contoh : segala sesuatu itu pasti mempunyai tempat. Itu merupakan kepastian
yang wajib menurut akal dan tidak harus dipikir.
- Nadzory : Kepastian yang wajib menurut akal namun perlu dipikir (logika),
contoh : Ada (wujud) Allah SWT itu pasti ada menurut akal namun perlu dipikir.
- ‘aridly : sesuatu yang wajib menurut akal tapi karena hal lain selain
logika, contoh : shahabat Umar dan abu Bakar Shidiq Radhiallahu ‘anhuma masuk
Surga, itu wajib menurut akal tapi karena adanya hadist Rasul SAW yang
menyatakan 10 sahabat rasul yang masuk surga, diantaranya adalah sahabat
Abubakar R.A. dan Umar R.A.
b. muhal : Kepastian yang mustahil menurut akal. Meliputi 3
ketentuan :
- Dlorury : kepastian yang mustahil menurut akal dan tidak harus dipikir,
contoh : sesuatu benda bergerak dan diam secara bersamaan. Itu merupakan
kepastian yang mustahil menurut akal dan tidak harus dipikir.
- Nadzory : Kepastian yang muhal menurut akal namun perlu dipikir (logika),
contoh : tidak Adanya (wujud) Allah SWT itu pasti muhal menurut akal namun
perlu dipikir.
- ‘aridly : sesuatu yang mustahil menurut akal tapi karena hal lain selain
logika, contoh : shahabat Umar dan abu Bakar Shidiq Radhiallahu ‘anhuma tidak
masuk Surga, itu mustahil menurut akal karena adanya hadist Rasul SAW yang
menyatakan 10 sahabat rasul yang masuk surga, diantaranya adalah sahabat
Abubakar R.A. dan Umar R.A.
c. mubah : Kepastian yang boleh saja terjadi dan boleh juga tidak
terjadi menurut akal. Meliputi 3 ketentuan :
- Dlorury : kepastian yang boleh saja terjadi dan boleh juga tidak terjadi
menurut akal dan tidak harus dipikir, contoh : segala sesuatu itu karang
bergerak dan kadang diam. Itu merupakan kepastian yang boleh saja terjadi dan
boleh juga tidak (jika benda itu diam berati tidak bergerak, dan jika benda itu
bergeak berarti tidak diam, itu boleh saja terjadi pada setiap benda) terjadi
menurut akal dan tidak harus dipikir.
- Nadzory : Kepastian yang boleh saja terjadi dan boleh juga tidak terjadi
menurut akal namun perlu dipikir (logika), contoh : Orang islam beriman da Taat
akan disiksa di ahirat, sedangkan orang yang bermaksiat itu malah di kasih
pahala. itu boleh saja terjadi dan boleh juga tidak terjadi menurut akal namun
perlu dipikir (menggunakan dalil kontemporer).
- ‘aridly : sesuatu yang boleh saja terjadi dan boleh juga tidak terjadi
menurut akal tapi karena hal lain selain logika, contoh : Shahabat Nabi SAW
(selain 10 sahabat yang dalam hadist yang diwajibkan) masuk surga.
2.
Hukum ‘Adhy
Hukum ‘adhy (hukum kebiasaan) adalah Ketetapan sesuatu kejadian dengan
perantara sebab-akibat. Hukum Adhy ini meliputi 4 ketentuan :
a. ADAnya sesuatu karna ADAnya sesuatu, contoh : ADA makan maka akan ADA rasa kenyang, melalui peantara sebab
makan maka akibatnya ada rasa kenyang. Ini merupakan hukum ‘adhy
(adat/kebiasaan) yang melalui perantara sebab akibat.
b. TIDAK ADAnya sesuatu kaena TIDAK ADAnya sesuatu, contoh : TIDAK ADA makan maka TIDAK ADA rasa kenyang.
c. TIDAK ADAnya sesuatu karena ADAnya sesuatu, contoh : TIIDAK ADAnya kebakaran karena ADAnya air.
d. ADAnya sesuatu karena TIDAK ADAnya sesuatu, contoh : ADAnya rasa dingin karena TIDAK ADAnya selimut.
Ketentuan hukum ‘adhy diatas adalah perantara sebab akibat, selanjutnya
kita dapat menerapkan dan menganalisisnya dalam berbagai macam kejadian dalam
kehidupan.
3.
Hukum Syar’i
Hukum Syar’i adalah Firman Allah SWT yang berhubungan dengan setiap
perbuatan manusia dengan cara Taklif (keharusan) dan cara Wadhi’ (pilihan/keterpaksaan).
Hukum syar’i yang secara Taklif (keharusan) itu meliputi
5 ketentuan :
a. Wajib : adalah Firman Allah SWT yang berhubungan dengan
perintah untuk melakukan sesuatu, dan dengan ketentuan yang pasti (Harus).
Contoh : shalah 5 waktu dalam sehari semalam, itu wajib syar’i hukumnya. Ada
sebagian Ulama yang menambahkan definisi wajib syar’i sebagai : diberi pahala
bagi siapa yang menjalankannya, dan akan disiksa siapa yang meninggalkannya.
b. Sunnah : adalah Firman Allah SWT yang berhubungan dengan
Perintah untuk melakukan sesuatu, dan dengan ketentuan yang tidak harus
dilakukan. Contoh : shalat sunnah selain yang 5 waktu yang wajib dijalankan
maka shalat itu hukumnya sunnah menurut syariat (syar’i). Ada sebagian ulama
yang menambahkan definisi sunnah sebagai : diberi pahala bagi siapa yang
menjalankan, namun tidak akan mendapat siksa bagi siapa yang meninggalkannya.
c. haram : adalah Firman Allah SWT yang berhubungan dengan
melarang melakukan sesuatu, dan dengan ketentuan yang pasti (harus
ditinggalkan), contoh : mencuri, mabuk dan maksiat yang lain. Ada sebagian
ulama yang menambahkan definisi Haram sebagai : akan mendapat Dosa bagi siapa
yang menjalankan, dan akan diberi pahala bagi siapa yang meninggalkannya
d. Makruh : adalah Firman Allah SWT yang berhubungan dengan
melarang melakukan sesuatu dengan ketentuan larangan yang tidak harus
ditinggalkan, contoh : merokok dll. Ada sebagian ulama yang menambahkan
definisi makruh sebagai : tidak akan mendapat dosa bagi siapa yang menjalankan, namun akan
mendapat pahala bagi siapa yang meninggalkannya.
e. Mubah : adalah Firman Allah SWT yang
berhubungan dengan boleh melakukan sesuatu dan boleh juga untuk
meninggalkannya, contoh : makan, minum, tidur dll. Ada sebagian ulama yang
menambahkan definisi sunnah sebagai : tidak mendapat dosa ataupun pahala bagi
siapa yang menjalankan, dan tidak mendapat dosa ataupun pahala bagi siapa yang
meninggalkannya.
Hukum syar’i secara taklif diatas bisa berubah hukum dengan hubungannya
pada ketentuan wadhi’ (pilihan/keterpaksaan). Seperti halnya kita makan, itu
tidak selalu berhukum mubah, ada kalanya makan itu jadi wajib ketika jika kita
tidak makan, maka kita tidak kuat untuk beribadah.
Ketentuan Hukum Syar’i secara wadhi’ juga meliputi 5
ketentuan :
a. Sebab : dapat diartikan alasan atau sebab melakukan suatu
perbuatan yang mengandung 5 hukum syar’i taklif diatas. Contoh : shalat dzuhur
itu wajib SEBABnya : sudah masuk waktu shalat dzuhur.
b. Syarat : dapat didefinisikan sebagai ketentuan/syarat bagi yang
melakukan perbuatan yang mengandung hukum syar’i taklif diatas, contoh : syarat
wajib shalat 5 waktu dalam sehari semalam adalah harus Mukalaf, berakal sehat
dll. (lihat kitab2 fiqih ttg syarat orang yang wajib shalat 5 waktu).
c. Mani’ : diatikan sebagai pencegah, artinya suatu hukum sya’i
taklif tersebut bisa berubah sebab adanya pencegah. Contoh Shalah 5 waktu itu
wajib hukumnya, namun ketika seorang perempuan Haid, maka hukum wajib tersebut
akan tercegah dan berubah menjadi hukum lain selain wajib (dalam hal shalatnya
orang yang haid, hukumnya jadi haram) namun juga dapat berubah hukum selain
haram.
d. Shahih : diartikan sebagai ketentuan sah atau tidaknya hukum
sya’i taklif diatas. Contoh : shalat 5 waktu yang wajib itu dikatakan sahih
(sah) jika seseorang yang menjalankannya adalah orang islam, menutup aurat,
membaca fatihah dll (baca kitab2 fiqih untuk mengetahui syarat sah Shalat 5
waktu).
e. Fasad : diartikan sebagai rusaknya sebuah ketentuan hukum
syar’i taklif diatas. Contoh : shalat wajib 5 waktu itu bisa rusak dari hukum
wajibnya ketika seseorang sedang menjalankan shalat lalu terkena najis atau
hadast, maka hukum wajib tesebut rusak dan tidak sah untuk diteruskan. Harus
membatalkan, menghilangkan najis dan hadast dulu, lalu menjalankan kembali
shalat 5 waktu tersebut.
Untuk mempermudah pemahaman hubungan wajib syar’i taklif dan wadhi’, saya
mencontohkannya dalam hal hukum “Jual-Beli” dalam kitab fiqih ini dibahas dalam
bab “Bai’”. Asal hukum jual beli itu mubah secara syar’i taklif, dengan syar’i
wadhi’, hkum tersebut bisa tetap dan bisa berubah. mari kita lihat tabel berikut
:
Syar’i
Taklif
Syar’i
Wadhi’
|
WAJIB
|
SUNNAH
|
HARAM
|
MAKRUH
|
MUBAH
|
SEBAB
|
Kebutuhan darurat pembeli *)1
|
Kebutuhan Pembeli *)2
|
Lupa akan Kewajiban syariat *)3
|
Mengharapkan Keburukan sesuatu *)4
|
Kebutuhan Umum *)5
|
SYARAT *)6
|
Orang Mukallaf
|
Orang Mukallaf
|
Orang Mukallaf
|
Orang Mukallaf
|
Orang Mukallaf
|
PENCEGAH
|
Bahayanya jual beli *)7
|
Bahayanya penjual *)8
|
Keadaan darurat pembeli *)9
|
Daurat atau keterpaksaan *)10
|
Tiba waktu Shalat Jum’at *)11
|
SAHIH *)12
|
Sempurnanya Syarat Jual beli
|
Sempurnanya Syarat Jual beli
|
Sempurnanya Syarat Jual beli
|
Sempurnanya Syarat Jual beli
|
Sempurnanya Syarat Jual beli
|
RUSAK *)13
|
Kurangnya Syarat Jual-beli
|
Kurangnya Syarat Jual-beli
|
Kurangnya Syarat Jual-beli
|
Kurangnya Syarat Jual-beli
|
Kurangnya Syarat Jual-beli
|
Keterangan :
*)1 : Jual beli itu bisa jadi hukumnya WAJIB, SEBABnya adalah keadaan
daurat pembeli. Sperti menjual obat, jam 12 malam ada yg beli, jika tidak
dibuka maka kemungkinan pasien akan meninggal.
*)2 : Jual beli hukumnya bisa jadi SUNNAH, SEBABnya kebutuhan dari pembeli
tersebut. Contoh sepeti menjual bahan bakar saat masyarakat membutuhkan
*)3 : Jual beli bisa menjadi HARAM, SEBABnya tidak ingat/lupa dengan
kewajiban, seperti berjualan sampai2 meninggalkan shalat wajib
*)4 : Jual beli bisa menjadi MAKRUH, SEBABnya jika menjual produk tersebut,
disisi lain mengharapkan keburukan, contoh jual kain kafan, bearti mengharapkan
banyak orang yang meninggal, tapi juga kain kafan itu harus ada utk mengkafani
mayyit, oleh kaena itu hukumnya makruh bukan haram
*)5 : Jual beli MUBAH adalah dasar dari hukum jual beli, SEBABnya barang
yang dijual adalah kebutuhan (bukan keadaan daruat) umum. seperti jualan
sembako dll
*)6 : SYARAT dari masing2 hukum jual beli, baik yang WAJIB, SUNNAH, HARAM,
MAKRUH ataupun MUBAH adalah penjual dan pembeli tersebut harus mukallaf.
*)7 : Hukum Jual beli yang WAJIB itu bisa terCEGAH karena ada bahaya dalam
kegiatan jual beli, seperti jual beli obat, namun karena obat itu telarang maka
akan terkena hukum pemeintah, karena itu jual beli wajib bisa TERCEGAH
*)8 : Jual beli yang berhukum SUNNAH juga bisa TERCEGAH, karena keadaan
bahaya sang penjual, jika dg menjual barang tersebut dipastikan penjual akan rugi, sakit dll.
*)9 : Jual beli yang berhukum HARAM juga bisa TERCEGAH, saat keadaan
darurat pembeli, sepeti menjual sesuatu yang diharamkan, namun karena untuk
obat dan jika tidak dijual maka kemungkinan pasien akan parah n meninggal
(narkoba saat pasien menjalani karantin), maka hukum haram tersebut TERCEGAH
*)10 : Jual beli yang berhukum MAKRUH bisa TERCEGAH karena kedaruratan,
seperti jual kain kafan kepada yang masih hidup untuk membiayai pendidikan
anak. Maka hukum MAKRUH tersebut TERCEGAH
*)11 : Jual beli MUBAH juga bisa TERCEGAH, kaena adanya adzan shalat
jum’at, sepeti firman Allah pada surat Al-Jumu’at :9-10.
*)12 : jual beli WAJIB, SUNNAH, HARAM, MAKRUH ataupun MUBAH itu dikatakan
sah/SAHIH jika sudah mengikuti syarat
rukun jual beli. (SAHIH WAJIBnya, SAHIH HARAMnya dst) #lihat kitab fiqih untuk
syarat dan rukun jual beli.
*)13 : jual beli WAJIB, SUNNAH, HARAM, MAKRUH ataupun MUBAH itu dikatakan
RUSAK jika kurang syarat dan rukun jual beli.
Hukum2 diatas adalah panduan tauhid, keyakinan dan ikhsan kita menjalani
dan meyakini sesuatu yang telah ditetapkan ALLAH SWT. Hukum ini juga
berlandaskan untuk menghukumi sgala perbuatan dan kejadian yang ada dalam
kehidupan, namun dibalik itu semua, kita harus paham ushul dan Qoidah fiqih
untuk membuat hukum dasar, Ilmu hadist dan tafsir Qur’an untuk mengetahui
asbabun nuzul yang berkaitan dengan menghukumi sesuatu, ilmu Nahwu Sharaf untuk
memaknai kosa kata tafsir Alqur’an n alHadist, dan cabang ilmu agama lainnya.
Semakin kita merasa pintar,, maka semakin tertutup akal kita untuk menerima
ilmu dan wawasan..
Sekian pembahasan HUKUM menenurut manhajul fiqr ASWAJA bagian pertama dari
saya gan, mohon koreksi.. selanjutnya saya akan membahas tauhid tentang sifat2
Allah SWT berikut menuut hukum aqly dan dalil-dalil/naqalnya.. simak terus blog
sederhana ini ya...
download artikel ini disini
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
wahwah . .
BalasHapusartikel ini yg ku tgu2 haha. .
kaka hebat. . .
ana bli kitab tauhid sing bhasa indonesia dad?
trimakasih bung saeful.. hahaa.. :)
Hapuskalau terjemah dalam bentuk buku dg tulisan bahasa indonesia saya belum pernah lihat, tapi ada buku nadzom khoridatal bahiyyah dan jauharotut tauhid yang ada makna dan pembahasan syarahnya dalam bahasa jawa (dg tulisan arab). biasanya tersedia ditoko2 kitab..
Terima kasih sobat.
BalasHapusAlhamdulillah bukan pembagian tauhid menurut wahabi. Artikel yang ditunggu-tunggu.
Terima kasih sobat.
BalasHapusAlhamdulillah bukan pembagian tauhid menurut wahabi. Artikel yang ditunggu-tunggu.